Senin, 31 Desember 2012

Suku Lamalera, Suku Dengan Tradisi Asli Berburu Ikan Paus

Organisasi International Fund for Animal Welfare – IFAW pasti sangat tidak suka melihat tradisi ini. Tapi bagi penduduk asli Lamalera, di selatan pulau Lembata propinsi Nusa Tenggara Timur  masih menjalani cara berburu dari tradisi asli selama ratusan tahun lalu. Para penduduk asli Lamalera terkenal dengan keahlian berburu ikan paus untuk memenuhi kebutuhan pangan desanya. Diantara ikan paus, Lamalera sangat menyukai berburu paus sperma.
Kebiasaan memburu paus sudah dimulai sejak abad ke-17 atau mungkin ke-16. Catatan Portugis menyebutkan adanya masyarakat di Lembata yang mencari paus dengan cara tradisional. Di Lamalera ada 15 klan keluarga dengan tradisi ini, lengkap dengan rumah adat, rumah perahu atau najeng, dan tale leo atau tali penangkap paus.


Perburuan Paus Oleh Nelayan Jepang



Ikan Paus Sperma adalah buruan satu-satunya yang dijalankan masyarakat Lamalera. Ikan paus biru (Balaenoptera musculus) pun sering berlalu di hadapan mereka sebagai mamalia air terbesar yang ada (cetacean). Namun paus itu tak pernah diburu, karena selain untuk menjaga kelestarian satwa laut besar ini, tradisi menyebutkan bahwa Lamalera dan Lembata pada umumnya pernah diselamatkan paus biru dulu kala.Pantangan lain bagi mereka selain membunuh ikan paus biru, ialah membunuh paus sperma betina yang sedang hamil, anak paus, dan paus yang sedang dalam suasana kawin.

Namun karena sekarang paus sperma sulit ditemukan karena mulai langka, mereka beralih berburu hiu dan lumba-lumba untuk mencukupi kebutuhan desa. Penduduk Lamalera sangat dikenal dengan cara berburu ikan paus dengan tradisional, menggunakan tombak, otot dan kerjasama, namun mungkin dengan berburu hewan yang lebih kecil, beban mereka tidak seberat berburu paus.





Gambar-gambar ini diambil selama berburu di salah satu tempat terakhir di bumi di mana orang masih menggunakan metode tradisional untuk ikan. Para nelayan yang terampil berlayar hingga 14 orang untuk berburu ikan paus. Satu orang bertugas sebagai penembak memegang  ’Kefa’ -. Tombak  bambu dengan pisau besi dan pisau. Dia kemudian melompat dari perahu, menusuk hewan dengan Kefa.
Kadang-kadang nelayan harus berjuang sampai enam jam dalam menangkap ikan paus. Ini mungkin tampak kejam, tetapi jika ditelaah jauh lebih manusiawi dari  armada penangkapan ikan paus Jepang, yang menggunakan perahu besar dan tombak granat melampiaskan pembantaian pada skala industri. Secara tradisi, ikan paus yang didapat dikonsumsi untuk masyarakat desa dan tidak melebihi dari kebutuhan hidup secara keseluruhan secara sosial. Terkadang jumlah paus yang ditangkap berfluktuasi sesuai ketersediaan dan keperluan masyarakatnya.




Paus bermigrasi antara Samudra Hindia dan Pasifik pada bulan Mei hingga Oktober.  Para penduduk desa terus berjuang meningkatnya tekanan dari berbagai organisasi dan LSM yang mencoba untuk mendorong wisatawan untuk mengambil bagian dalam pelestarian  ikan paus daripada menonton perburuan. Tetapi penduduk  desaLamalera  tetap menantang, bagaimanpun mereka harus tetap berburu untuk bertahan hidup.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar