Seorang anak penderita down syndrom disambut pendampingnya saat memenangi lomba lari 50 meter di kejuaraan olahraga penyandang cacat di Lapangan KONI Jatim di Surabaya, Rabu (26/11). Berbagai cabang olahraga dilombakan dan diikuti sekitar 200 anak. Lomba diselenggarakan selain untuk memberi kesempatan berkembang, juga mencari bibit-bibit atlet penyandang cacat.
"Diharapkan seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan penyandang cacat dapat diharmonisasi atau disempurnakan," ujar Ketua Panitia Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca), Afrizar Zakaria pada rangkaian acara Hipenca di Depok, Jumat (5/12).
Hipenca diperingati setiap tanggal 3 Desember. Untuk tahun 2008, tema yang diangkat adalah The International Convention of Persons with Disability, Dignity and Justice For All of Us dan tema nasional Pemenuhan Hak dan Martabat serta Keadilan bagi Penyandang Cacat melalui Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Penyandang Cacat.
Untuk memperingati Hipenca tersebut, digelar sejumlah kegiatan berupa pentas seni, pameran kerajinan tangan hasil karya penyandang cacat, pameran foto, dan bazar dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap penyandang cacat.
Pada pentas seni ditampilkan tarian Kuda Lumping yang disajikan oleh para siswi tuna rungu Pangudi Luhur. Dengan lincah mereka menari-nari sesuai entakan musik. Padahal, mereka tak mampu mendengar musik tersebut. Penampilan Diferensia Band yang para pemainnya adalah penyandang tuna netra mampu menampilkan lagu Sahabat (Nidji) yang dinyayikan seorang tuna netra dan diiringi gerak bahasa isyarat tangan oleh murid-murid dari Panti Sosial Tuna Rungu Wicara Melati Bambu Apus. Begitu juga saat mereka mengiringi penampilan Bondan Prakoso dan Fade 2 Black yang bisa mengawinkan musik keroncong dan rap.
"Kami hanya berlatih satu kali, tapi hasilnya luar biasa," kata Bondan Prakoso memuji penampilan Band Diferensia.
Tujuan diadakannya acara tersebut di atas adalah untuk memperlihatkan pada khalayak umum bahwa penyandang cacat pun bisa berkarya dan berprestasi seperti warga masyarakat lainnya. Juga untuk memperlihatkan pada dunia usaha di Indonesia agar penyandang cacat dapat diterima sebagai tenaga kerja sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang sampai saat ini masih jauh dari harapan.
Walaupun UU tersebut telah ada sejak 10 tahun lalu dan UU tersebut mengharuskan BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta yang mempekerjakan lebih dari 100 karyawan, wajib mempekerjakan penyandang cacat setidaknya satu persen dari total karyawannya.
Namun, berdasar hitungan kasar yang dimiliki Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) yang disampaikan Ketua Umum PPCI Siswadi, dari sekitar 30 juta pekerja sektor informal di Indonesia, baru 300 penyandang cacat yang sudah bekerja atau hanya 0,001 persen.
Ke depan, para penyandang cacat berharap agar dapat segera tercapai kesamaan kesempatan dan partisipasi penuh penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, dan lingkungan yang kondusif yang mendukung kemandirian penyandang cacat. Masih banyak fasilitas umum di Indonesia yang kurang mengakomodasi para penyandang cacat.
sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/12/05/19542780/ratifikasi.konvensi.internasional.hak-hak.penyandang.cacat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar